Terima Kasih Malam Tadi







Pagi itu terbujur seorang wanita. Hari sudah pagi. Jangkrik telah menamatkan naskah-naskah malamnya. Sahutan kokokan ayam telah berlalu. Matahari membelai dengan sinar lembutnya, menyapa makhluk di permukaan bumi. Dedaunan sedang girang-girangnya, bulir-bulir embun, sudah waktunya untuk beranjak pergi. Wanita itu, Kumala masih terlelap dalam tidurnya, setelah kejadian semalam.


Tak ada seorang pun disana. Kumala gadis yang ingin insyaf itu masih saja terlelap dalam tidurnya. Matahari memang selalu menyimbahkan sinarnya kepada semua makhluk di permukaan bumi.  Sinar lembutnya pagi itu, membelai tubuh gadis itu untuk membangunkannya.


Kedap kabut masih ada beberapa disana. Bunga-bunga sedang siap mekar-mekarnya. Pagi yang indah. Kumala gadis itu masih saja terlelap dalam tidur. Setelah sesal dan doanya semalam. Senyum tersimpul halus di dua bibirnya yang nampak hitam, tak seperti wanita umumnya. Mungkin karena bekas rokok. Gincunya sudah rontok, bedak, persembahan terbaik untuk lelaki itu.


Sepertinya air matanya semalam sedang menghapus potensi dosa di wajahnya. Gincu, bedak, dan tampilan terbaik seorang wanita semestinya hanya kepada suaminya, kepada lelaki yang telah menyatakan siap bertanggung jawab untuk menjalani kehidupan bersama, merajut istana indah dengan keimanan dan ketaatan.


Perancang kehidupan sudah demikian apiknya mencurahkan aturan-aturan kehidupan yang demikian eloknya, yang demikian anggunnya, jika saja jiwa-jiwa manusia mau menjalankannya. Aturan-aturan dasar yang santun, tegas, dapat memberangus keberingasan dan ujud kebinatangan manusia. Padahal manusia adalah lukisan teragung di muka bumi ini.


Lihat disana ternyata Kumala sudah terbangun. Ia mengusap-usap ke dua matanya. Bukan, ia tidak sedang menyeka air mata. Ia menjernihkan pandangan, menghapus kelip yang galib terjadi kepada setiap manusia saat terbangun dari belaian mimpi. Mendongkakkan kepalanya ke atas sana, purnama telah berlalu.


Senyum tersimpul di wajahnya, entah apa yang nampak di perjalanan semalam menyusuri alam mimpi. Mungkin pemilik purnama menghibur hatinya yang kalut, kalut untuk mendapatkan sepundak sandaran dalam kehidupan yang misteri. Dari wajahnya yang ayu itu, nampak seutas optimis. Entahlah, malaikat apa yang dikirim pemilik purnama menemani tidurnya malam tadi.


Ia sadar bahwa hari telah pagi, saatnya ia kembali. Ia sadar bahwa di depan sana, waktu terus akan kemari, entah seberapa lama lagi ia akan menyusurinya. “Pemilik Purnama, terima kasih untuk malam tadi”, ungkapnya.



Senyum tersimpul dari dua bibir hitam, tanpa lagi gincu. Senyum yang nampak indah. Andai saja ada yang melihatnya.


Komentar

Populer