Gadis Tragis (Bebal) Malam Purnama





Langit bersimbah cahaya kala itu. Purnama sedang girang-girangnya menari-nari. Angin sepoi-sepoi bertiup merdu menyentuh kalbu bak seruling nada sunda. 

Purnama yang merasukkan kekhusyuan kepada setiap jiwa. Tak elak juga aku. Tak perlu kretek. Purnama seperti ini adalah saat yang tepat bagi mereka untuk salat sekali dalam seumur hidup, dengan hanya satu rakaat. Purnama malam ini begitu indah sebagai akumulasi keindahan, tak pernah aku menyaksikan sebelumnya.

Gadis Tragis itu, gadis bebal kataku. Ia menatapku dalam, merenggut tanganku, menggegam dengan penuh hasrat. Tanpa seizinku, apa-apaan kataku membatin. 

Ia tak hendak melepaskan tanganku. Aku kala itu diam saja. Tetapi tatapannya membuatku masuk dalam suasana syahdu yang teramat. Purnama kali ini, juga gadis bebal ini telah mencipta sejarah yang amat sulit ku lupa.

Ia, Gadis Bebal itu mendobrak rasaku, yang selama ini bertuan pada benteng kesucian diri. Ia menatapku belum mengungkap sepatah katapun. Jantungku berdeguk tak beraturan, degukannya berlomba, bersahut-sahutan. 

Tatapannya mulai meneduhkan rasaku, hangat genggam tangannya membuatku larut dalam suasana rileks. Setelah sekitar lima menit lamanya, tangan Gadis Tragis itu memimpin tanganku, ia mulai berkata, "Bersediakah kau menjadi pendamping hidupku?".

Aku terhenyak, kalut, rasaku bercampur aduk. Gadis tragis, gadis bebal, benar-benar. Aku menjadi tidak baik. Tak sehelai kata pun terucap dari bibirku. Sentak, tanganku gemetaran, menjulur ke sekujur tubuhku. Gadis bebal ini membuatku tidak baik. Tak ku sadari tanganku terlepas dari tangan gadis bebal itu.

Komentar

Populer