Doa Perawat Rindu
Kepindahan Hakim menyisakan pertanyaan yang tak
terjawab oleh teman-teman, katak tingkat dan adik tingkatnya di kampus. Mereka telah
lama tak melihat dan mendapat kabar tentang Hakim. “Tidak biasanya, sudah
sebulan Hakim tidak ke kampus”, kata Ahmad teman seruangannya. “Iya, biasanya
kalaupun tidak masuk kampus paling hanya kamis, jumat dan senin”, cetus Rohman.
Kepindahan Hakim memang senyap dan sunyi, ia tidak
membisikkan kepada siapapun, khawatir akan banyak pertanyaan yang muncul, “Kok
harus pindah?”, misalnya dengan pertanyaan seperti ini. Jika demikian, maka hal
ihwal tentangnya dan Kumala akan terungkap sepenggal demi sepenggal. Teman-temannya
tidak bisa mengonfirmasi kabarnya melalui telepon seluler, sebab Hakim telah
menjualnya, juga kartu SIM dibakar bersama tumpukan sampah di belakang rumah.
Kumala juga mencari kabar Hakim walau dalam operasi
senyap. Ia nampak biasa saja di depan teman-temannya, padahal di kedalaman
hatinya kerinduan masih saja terus bertahta simpul dengan khusyu. Ada seberkas
hati yang saling merindukan dan tak saling bicara. Setelah ketulusan yang
tertampik, masih saja dalam munajat di sepertiga malam, nama dengan lirih sendu
menetas sebagai pelipur rindu.
“Ya Rabb,
Penguasa Semesta Raya.
Jika antara
saya dengan Hakim ada seutas tali takdirmu, maka kuatkanlah hamba untuk merawat
kerinduan ini.
Biarlah ia
bersimpuh kukuh hingga ijab membuka tapal-tapalnya. Biarlah ia merangkai kisahnya
sendiri.
Hawa bisa
empat puluh tahun merawat kerinduannya untuk Adam, Zulaikha sampai dilahap usia
tetap merawat kerinduannya kepada Yusuf.
Ya Rabb, jika
Hakim telah engkau pilihkan jalan yang berlainan denganku, maka ampuni
kelemahan hamba, turutkanlah rasaku kepada ketentuanmu, agar rinduku
benar-benar terangkul pada jalan yang telah Engkau pilihkan untukku.
Kuatkan,
kuatkan hamba, Ya Rabb.
Jangan
biarkan pria takdirku meneguk setengah ketulusan dariku. Muarakan kerinduan dan
rasaku hanya kepada dia yang telah Engkau pilihkan untukku...”
Hakim pun demikian. Rasa rindunya tak bisa ia
rayakan, teman-teman seangkatannya, juga Kumala. Apalah daya semua telah
berlalu. Jarang sekali ada perjumpaan, lebih dengan Kumala.
“Wahai diri,
bertahanlah, sesungguhnya tak ada cobaan dan ujian yang menimpa setiap manusia
melainkan pasti manusia itu mampu melewatinya.
Wahai diri, demikianlah
konsekuensi hidup, pasti ada sesal, rindu, dan takut. Maka bersabarlah, tidak
ada pusaka terbaik dalam menjalani cobaan dan ujian selain kesabaran...”
Sesal dan kerinduan menemani Hakim di kampus
barunya. Sesalnya karena menampik ketulusan dan kerinduan yang terkadang
menyapa dalam kesendirian. Hakim tetap menjalani aktivitasnya sebagai pengurus
di organisasi ekstranya. Setahun setelah Hakim pindah kampus, teman-temannya
tahu bahwa Hakim telah pindah kampus. Kumala menggenjot diri untuk segera menyelesaikan studinya.
Komentar
Posting Komentar