Bersatu Tidak Menyatu, Berpisah Tiada Berantara (Sebuah Dialog Internal Memahami Diri)


Katanya, "Manusia itu kodratnya mudah di kelabui, bahkan dari dan kepada dirinya sendiri". Lanjutnya, "Hm.. Pada saat yang sama ia bisa bertindak menjadi orang lain bagi dirinya sendiri, seperti teman begitu"


"Masuk akal juga, dalam bahasa Arab tidak ada kata perintah yang menunjuk kepada diri sendiri", kataku


"Bukankah dialog ini adalah dialog kita yang satu?", ia mulai lagi, pertanyaan tertutup yang jawabanya pasti iya.


"Iya juga", kataku, karena tidak mungkin ada jawaban yang lain.


"Artinya, pada 'mu' yang menulis atau membaca ini pun juga ada yang oknum lain", ia memaparkan.


"Kenapa ia harus ada, untuk apa?", tanyaku, "Bukankah Pelukis tidak pernah membuat goresan pada kanvasnya melainkan punya maksud? Lebih Sang Pelukis Tertinggi!"


"Hm.. Pelukis ya? Itulah yang akan diucapkan oleh orang yang tertarik terhadap seni", sahutnya. "Tentu Sang Maha Luas punya rencana yang lebih sempurna, punya tujuan, kita manusia hanya bisa mendekati maksudnya, satu atau dua, tidak banyak", tambahnya.


"Walau kita satu, kau berbeda dengan saya, kamu selalu menempatkan dirimu sebagai guru, sedangkan saya selalu menjadi murid yang selalu bertanya. Saya pun tak tahu dirimu, yang kutahu bahwa kau menumpang padaku. kau tak punya nama, kau menempel di balik nama yang diberikan orang tuaku, Haidir", kataku lagi.


"Tidak, itu tidak penting", katanya, "Kembali ke laptop saja, paling tidak, yang paling simpel, kehadiranku ini dapat menjadi penyemangatmu saat kau tak berdaya menghadapi realitas dunia yang menyakitkan". "Ini salah satu maksud, masih ada maksud lain, mungkin kita akan bahas di masa-masa mendatang, atau kau menyimpulkan sendiri, tanpa kehadiranku".


"Begitu yaa?", kataku, yang selalu menjadi murid.


"Sudah dulu yaa, aku ada keperluan lain, kalau kau ingin berdiskusi denganku, buat saja kopi lalu seruput", tutupnya.


"Hm.. Silahkan!", singkatku. "Kami bersatu tidak menyatu, berpisah tidak berantara, poromu inda saangu poga inda koolota, pepatah buton ungkapkan demikian".





(Sumber Gambar: Google)








Komentar

Populer