Memaknai Waktu (Sebuah Dialog)



Katanya, "Tak terasa malam sudah demikian larutnya"


"Hm.. Aku terpaut dalam imajinasi, merangkai kata, merangkul pijakan-pihakan, belajar menjadi mahasiswa semester akhir", kataku.


"Bukankah hari sekarang 16 September?", ia sepertinya bertanya.


"Ya, apa yang menarik di 16 September?", tanyaku penasaran.


"Tidak! Itu berarti 15 September telah berlalu, bukan?!", ia seperti mengejek.


"Semua orang juga tahu, jangankan 16 September, 31 Desember saja orang tahu, bahwa 
besoknya tahun baru", kataku kesal.


"Iya, sebatas tahu! Namun sangat banyak diantara mereka yang tidak memahami", ia membuatku penasaran.


"Bangkitlah bagi mereka yang kemarin dirundung kesedihan, merdekalah mereka yang kemarin terjajah, berjayalah bagi mereka yang papah. Esok fajar siap menyambut dengan kesejukannya, diringi sahut-sahutan merdu kokokkan ayam, mentari siap menyambut dengan senyuman teduhnya", katanya menjelaskan.

Waktu tidak pernah menyalahi titah. Ia bisa menjadi seberkas harapan, pun pada saat yang sama is bisa menjadi bintik ratapan. Ia tidak pernah ingin membedakan setiap ciptaan, entah itu tumbuhan, hewan, lebih-lebih manusia. Kita manusia diberi otoritas untuk memilih.


Kepada anda yang sedang dirundung kesedihan,
kepada anda yang sedang terjajah,
kepada anda yang sedang terjarah,
kepada anda yang saat ini sedang papah,
waktumu adalah milikmu,
bergegaslah waktu telah memberikan ukuran yang sama kepada kalian
juga kepada mereka yang saat ini sedang bahagia,
juga kepada mereka yang saat ini sedang jaya,
juga kepada mereka yang saat ini sedang merdeka..


Sangat mungkin besok waktu akan datang dengan cara yang berbeda dari hari ini. Olehnya jangan pernah putus asa dengan ketidakberuntunganmu hari ini, dan jangan juga lena oleh keberuntungan hari ini.




(Sumber Gambar: Google)












Komentar

Populer