Kiat Dasar Mendidik Anak
1. Mengajarkan Agama kepada Mereka
Bekal
yang paling berharga bagi anak-anak, termasuk anak perempuan, adalah
agama. Menanamkan
agama kepada anak-anak tentu saja harus bertahap. Pada tahap awal, saat
anak-anak mulai mengerti pembicaraan, kita bisa mengenalkan mereka pada
Rabbnya. Kita tuntun mereka menunjuk ke langit sambil kita katakan,
“Allah.” (Nashihati lin Nisa’, hlm. 65)
Ketika tiba saat anak dapat berbicara, mereka dituntun untuk mengucapkan kalimat tauhid:
لاَ Ø¥ِÙ„َÙ‡َ Ø¥ِلاَّ اللهُ، Ù…ُØَÙ…َّدٌ رَسُÙˆْÙ„ُ اللهِ
(Sumber Gambar: Google) |
Jadikanlah yang pertama kali mengetuk pendengarannya adalah pengenalan kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla, pengesaan-Nya, dan bahwa Allah Shubhanahu wa ta’alla di atas ‘Arsy -Nya, Allah Shubhanahu wa ta’alla melihat dan mendengar segala ucapan mereka, Dia selalu bersama mereka di mana pun berada. (Tuhfatul Maudud, hlm. 195)
Saat
berusia sekitar satu setengah tahun, ketika mereka mulai belajar
bicara, kita tuntunkan mereka untuk mengucapkan basmalah sebelum makan
dan minum. Kita biasakan sampai mereka terbiasa mengucapkannya sendiri
setiap hendak makan dan minum. (Nashihati lin Nisaa’, hlm. 65)
Ini sebagaimana halnya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan basmalah kepada ‘Umar bin Abi Salamah yang berada dalam asuhan beliau:
(Sumber Gambar: Google) |
“Nak,
ucapkan Bismillah. Makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah makanan
yang dekat denganmu!” (HR. Al-Bukhari Nomor 5376 dan Muslim Nomor 2022)
Ketika
mereka mulai bisa memahami, kita ajari mereka rukun Islam, rukun iman,
dan rukun ihsan. Pengajaran tentang hal ini tidak bisa dibatasi mulai
usia tertentu, tergantung kemampuan pemahaman dan bicara anak.
Ajari
serta biasakan mereka untuk berwudhu dan shalat saat berusia tujuh
tahun. Pukullah mereka jika meninggalkan shalat pada usia sepuluh tahun.
Pada usia ini pula, pisahkan tempat tidur antara anak laki-laki dan
anak perempuan. Demikian yang diperintahkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam kepada setiap orang tua dalam sabda beliau:
“Perintahlah
anak-anak kalian untuk shalat ketika mereka berusia tujuh tahun dan
pukullah mereka jika enggan melakukannya pada usia sepuluh tahun, dan
pisahkanlah tempat tidur mereka.” (HR. Ahmad dan dikatakan oleh
asy-Syaikh al-Albani t dalam Shahih al-Jami’ ash-Shaghir no. 5744,
“Hadits ini hasan”)
Jika
mereka telah mampu, kita latih mereka untuk berpuasa agar terbiasa
kelak ketika dewasa. Hal seperti ini telah dilakukan oleh para ibu dari
kalangan shahabiyah, sebagaimana yang dituturkan oleh ar-Rubayyi’ bintu
Mu’awwidz:
“Kami
menyuruh puasa anak-anak kami. Kami buatkan untuk mereka mainan dari
perca. Jika mereka menangis karena lapar, kami berikan mainan itu
kepadanya hingga tiba waktu berbuka.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
(Nashihati lin Nisa’, hlm. 66—67)
Kemudian diajari pula mereka akidah yang benar, sebagaimana halnya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam mengajari anak pamannya, ‘Abdullah bin ‘Abbas:
“Jagalah
Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau akan
dapati Dia ada di hadapanmu. Apabila engkau meminta, mintalah kepada
Allah, dan apabila engkau memohon pertolongan, mohonlah pertolongan
kepada Allah. Ketahuilah, seandainya seluruh umat ini berkumpul untuk
memberikan manfaat kepadamu, mereka tidak akan dapat memberikannya
selain apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagimu. Seandainya mereka
berkumpul untuk menimpakan mudarat kepadamu, mereka tidak akan dapat
menimpakannya selain apa yang telah Allah tetapkan menimpamu. Telah
diangkat pena, dan telah kering lembaran-lembaran.” (HR. at-Tirmidzi,
dinyatakan sahih oleh al-Imam al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi
2/2043 dan al-Misykat no. 5302)
Kita ajarkan pula hal-hal yang terkandung dalam wasiat Luqman kepada anaknya yang dikisahkan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam al-Qur’an, Surat Luqman ayat 13—19.
Selain
itu, mereka harus pula mengetahui perkara-perkara yang harus dijauhi
dalam syariat sehingga mereka dapat menghindarinya. Ini telah
dicontohkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam:
Al-Hasan
bin ‘Ali memungut sebutir kurma dari kurma sedekah, lalu dia masukkan
kurma itu ke mulutnya. Rasulullah pun bersabda, “Kikh, kikh! Buang
kurma itu! Apa kau tidak tahu, kita ini tidak boleh makan sedekah?” (HR.
Muslim no. 1069)
Selanjutnya,
seiring dengan bertambahnya usia, kita ajarkan mereka satu demi satu
syariat Islam yang mulia ini sebagai bekal utama bagi mereka dalam menghadapi
kehidupan.
2. Memupuk Kesadaran Mereka sebagai Dirinya
Sedari
awal, anak harus diberi pengertian jika mereka anak laki-laki-laki bahwa mereka berbeda dengan perempuan, dan jika mereka perempuan bahwa mereka berbeda dari
anak laki-laki. Hal yang termudah untuk mengenalkan perbedaan ini adalah
dari sisi pakaian. Mereka dilarang mengenakan pakaian yang biasa
dipakai lawan jenisnya.Shalallahu ‘alaihi wa sallam melarang mereka menyerupai anak laki-laki, sebagaimana dalam hadits:
“Rasulullah
melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai
laki-laki. Beliau melaknat laki-laki yang berperilaku seperti wanita dan
wanita yang berperilaku seperti laki-laki.” (HR. al-Bukhari no. 5885)
Difatwakan
oleh Fadhilatusy Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin, “Tasyabbuh
(penyerupaan) laki-laki dengan perempuan termasuk dosa besar, demikian
pula penyerupaan perempuan dengan laki-laki. Dalilnya, ‘Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam
melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai
laki-laki’. Di samping itu, penyerupaan seperti ini akan merusak sunnah
–Nya terhadap ciptaan-Nya, karena Allah Shubhanahu wa ta’alla
telah menciptakan kekhususan tersendiri bagi wanita dan kekhususan
tersendiri pula bagi laki-laki. Jika wanita menyerupai laki-laki dan
laki-laki menyerupai perempuan, tentu sunnah yang telah diciptakan oleh
Allah Shubhanahu wa ta’alla ini akan hilang dan sirna sehingga
terjadilah sesuatu yang bertentangan dengan penciptaan dan hikmah -Nya.”
(Fatawa ‘Ulama al-Balad al-Haram, hlm. 1761—1762)
3. Membiasakan Mereka dengan Adab dan Akhlak Mulia
Di
masa sekarang, banyak anak kaum muslimin yang kehilangan jati diri sebagai muslim. Anak-anak perempuan lupa dengan jati diri mereka sebagai perempuan, bersuara
lantang di depan khalayak, keluyuran di pusat perbelanjaan, dan
berdesakan di tengah keramaian tidak lagi dipandang sebagai aib. Bisa
jadi pula, mereka bahkan terlepas dari perhatian orang tua. Rasa malu
mulai tanggal dari diri mereka. Disisi lain anak laki-laki, merokok, mengonsumsi narkoba, dan minuman keras, tentu ini juga terlarang.
Sementara, ada orang tua yang merasa perlu menyekolahkan anaknya
di ‘sekolah etika’ agar anak-anak mereka tampil dengan penuh etika. Padahal sebenarnya,
seseorang muslimah bisa menjadi lebih baik, santun, penuh pesona jika
berpegang dengan adab dan akhlak yang diajarkan oleh Islam. Becermin
kepada pribadi Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, dan para sahabatnya. Di
samping itu, sejak dini mereka harus dikenalkan dan dibiasakan dengan
adab-adab yang diajarkan oleh Islam. Ini sebagaimana dikatakan oleh
sahabat yang mulia, ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu:
“Ajarilah mereka adab dan ajarilah mereka ilmu!”
Adab
terhadap orang tua, tetangga, tamu, adab makan dan minum, adab
berpakaian, adab meminta izin, dan sekian banyak adab yang diajarkan
oleh Islam—hingga yang sekecil-kecilnya, seperti memotong kuku,
membersihkan badan dan pakaian, serta menunaikan hajat—perlu mereka
ketahui dan amalkan. Adab dan akhlak yang mulia akan menjadi perhiasan
bagi mereka.
4. Membiasakan Mereka Berpakaian Sesuai Syariat
Hal yang menjadi pemandangan yang galib kita jumpai adalah perempuan berpakaian tidak selayaknya. Dinasihatkan oleh Syaikh al-‘Utsaimin, “Tidak pantas orang tua memakaikan anak
perempuannya pakaian seperti ini (pakaian yang pendek, –pen.) semasa
kanak-kanak. Karena jika terbiasa, hal ini akan melekat dan dianggap
remeh olehnya. Apabila yang seperti ini menjadi kebiasaannya, keadaan
ini akan terus dia bawa hingga dewasa. Yang saya nasihatkan kepada para
saudari saya kaum muslimah, hendaknya mereka meninggalkan busana wanita
asing dari kalangan musuh-musuh agama ini. Hendaknya pula mereka
membiasakan anak-anak perempuan mereka untuk mengenakan pakaian yang
menutup aurat dan senantiasa merasa malu karena malu itu termasuk
keimanan.” (Fatwa asy-Syaikh Muhammad ash-Shalih al-’Utsaimin,
2/845—846)
Bahkan,
kita harus mendorong mereka untuk menutup aurat sejak masih kanak-kanak
agar mereka terbiasa ketika dewasa kelak. Sejak umur tujuh tahun, kita
biasakan mereka mengenakan kain kerudung untuk menutup kepala. Ketika
telah baligh, kita perintahkan untuk menutup wajahnya, mengenakan
pakaian panjang dan lapang yang akan menjaga kehormatannya.
“Wahai
Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan
seluruh wanita kaum mukminin agar mereka mengulurkan jilbab-jilbab
mereka. Ini lebih layak bagi mereka untuk dikenali (sebagai wanita
baik-baik) hingga mereka tidak diganggu.” (QS. Al-Ahzab: 59)
Allah Shubhanahu wa ta’alla juga telah melarang para wanita mukminah membuka wajah serta menampakkan kecantikan dan perhiasan pada selain mahramnya. Allah Shubhanahu wa ta’alla berfirman:
“Dan janganlah kalian menampakkan perhiasan sebagaimana kaum jahiliah dahulu.” (QS. Al-Ahzab: 33) (Kaifa Nurabbi Auladana, hlm. 26)
Untuk anak laki-laki dinasihatkan untuk mengenakan pakaian yang terhormat, meskipun aurat laki-laki mulai dari lutut hingga pusar. Ia juga dinasihatkan untuk menundukkan pandangan (dalam arti mengabaikan) dari melihat atau menikmati aurat perempuan.
5. Mengajari Berbagai Keterampilan
Bagi anak laki-laki diajari keterampilan agar kelak dapat memenuhi kebutuhan istri dan anak-anaknya. Ia diajari cara beternak, berdagang, atau juga yang lain.
Anak
perempuan harus dibekali dan dibiasakan melakukan segala pekerjaan
rumah. Hal ini nanti akan dibutuhkannya ketika mulai memasuki rumah
tangga bersama suaminya. Banyak hal harus dia ketahui: cara bergaul
dengan suami dan mengurus rumah tangga, seperti memasak, mengatur rumah,
dan sebagainya.
Kadang
ada keluarga yang kurang memerhatikan sisi ini. Anak perempuannya tidak
dibekali dengan keterampilan yang memadai untuk terjun dalam rumah
tangga. Tatkala si anak mulai berumah tangga, ternyata dia tak bisa
memasak atau membereskan rumah. Bahkan, ia tak mengerti bagaimana
bergaul dengan baik dan santun dengan suaminya. Yang lebih menyedihkan
jika sang suami adalah seorang yang tak sabaran dan cepat naik pitam.
Akhirnya, muncullah berbagai problem rumah tangga sejak awal
perjalanannya yang terkadang harus berakhir dengan perpisahan. Kita
memohon keselamatan kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla.
Alangkah indah nasihat seorang ibu untuk putrinya yang hendak dinikahkan dengan al-Harits bin ‘Amr al-Kindi. Dia pesankan,
".......................................
Wahai
putriku, sesungguhnya jikalau wasiat tak lagi diberikan untuk seorang
yang beradab dan bernasab mulia, tentu takkan kuberikan wasiat ini
untukmu. Namun, wasiat adalah pengingat bagi orang yang berakal dan
pemberi peringatan bagi orang yang lalai.
Wahai
putriku, seandainya seorang anak perempuan tak lagi membutuhkan suami
karena ayah bundanya telah mencukupinya, sesungguhnya engkau orang yang
paling tak butuh terhadap suami. Namun, kita ini diciptakan untuk kaum
laki-laki, sebagaimana pula diciptakan kaum laki-laki untuk kita.
Wahai
putriku, engkau hendak berpisah dengan tanah tempat kelahiranmu,
meninggalkan kehidupan yang dahulu engkau tumbuh di sana, menuju tempat
yang tak kau kenal bersama teman yang asing bagimu. Dengan
kepemilikannya atas dirimu, dia menjadi penguasa atasmu. Berlakulah
layaknya hamba sahayanya, niscaya dia akan menjadi sahaya yang tunduk
kepadamu. Jagalah sepuluh hal yang akan menjadi simpanan berharga
bagimu:
- Bergaullah dengannya dengan penuh qana’ah karena qana’ah akan melapangkan hati.
- Dengar dan taatlah engkau dengan baik karena pada kedua hal ini ada keridhaan Rabbmu.
- Berupayalah menjaga pandangan mata dan penciumannya, jangan sampai kedua matanya memandang sesuatu yang buruk darimu dan hidungnya mencium sesuatu darimu selain aroma yang semerbak wangi.
- Kenakanlah selalu celak dan air karena celak adalah sebaik-baik perhiasan dan air adalah sebaik-baik wewangian.
- Jagalah selalu waktu makannya, karena panasnya rasa lapar akan mudah membangkitkan kemarahan.
- Ciptakan suasana tenang saat tidurnya karena tidur yang terganggu akan menimbulkan amarah.
- Berusahalah selalu menjaga rumah dan hartanya karena mampu menjaga harta termasuk sebaik-baik kemampuan.
- Jagalah selalu hubungan dengan keluarganya karena kemampuan menjaga hubungan dengan kerabat termasuk sebaik-baik pengaturan.
- Jangan engkau sebarkan rahasianya karena jika engkau lakukan, niscaya engkau takkan aman dari pengkhianatannya.
- Jangan pernah kau durhakai perintahnya, karena jika kau mendurhakai perintahnya, berarti engkau buat menggelegak dadanya.
Semakin kau agungkan dia, dia pun makin memuliakanmu. Semakin sering engkau seia-sekata dengannya, dia pun semakin baik kepadamu.
Ketahuilah,
engkau takkan bisa melakukan semua ini sampai engkau utamakan
keinginannya di atas keinginanmu, dan engkau utamakan keridhaannya di
atas keridhaanmu, baik dalam hal-hal yang kau sukai maupun yang engkau
benci.
Hati-hatilah,
jangan sampai engkau bergembira di hadapannya manakala dia sedang
gundah gulana, dan jangan bermuram durja di hadapannya tatkala dia
sedang gembira.
.......................”
(Takrimul Mar’ah fil Islam, hlm. 96—97)
Sumber:
Komentar
Posting Komentar