Memecah Kerancuan Berpikir, Wujudkan Universalitas Islam (Tinjauan Umum)
Islam
berdasarkan literasi shahihnya dikehendaki oleh Allah bersifat
universal. Keuniversalan ini, terbukti dengan literasi Ilahiah dan eksekutor
lapangan Rasulullah Muhammad saw yang tak ditujukan untuk menyongsong
primordialisme, kebangsaan tetapi kolektif-universalisme.
“Al Quran itu tiada lain hanyalah
peringatan bagi semesta alam”
(QS. At-Takwir (81): 27)
“Dan Al Quran itu tidak lain
hanyalah peringatan bagi seluruh umat”
(QS. Al-Qalam (68) : 52)
“Dan Kami tidak mengutus kamu,
melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan
sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada” mengetahui
(QS. Saba (34) : 28)
“Dan Tiadalah Kami mengutus kamu,
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”
(QS. Al-Anbiya (21) : 107)
Sesuatu
yang bersifat Universal secara tidak langsung akan menganai dan mencakup
setiapnya, meliputi. Sehingga, Al-Qur’an tidak hanya akan sesuai dengan model
Bangsa Arab saja, tetapi juga bangsa-bangsa lainnya. Juga, tidak hanya pada 15
abad yang lalu, tetapi juga kini dan nanti. Begitu juga Rasulullah Muhammad saw
sebagai insan kepercayaan Allah swt untuk membumikan Qur’an, mempunyai
keagungan akhlak dan budi pekerti.
“Sungguh telah datang kepadamu
seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat
menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi
Penyayang terhadap orang-orang mukmin”
(QS. At-Taubah (9) : 128)
“dan Sesungguhnya kamu
benar-benar berbudi pekerti yang agung”
(QS. Al-Qalam (68) : 4)
Berdasarkan
naskah aslinya sebenarnya, Islam adalah agama yang mewujudkan peradaban.
Walaupun sebenarnya, fakta yang nampak di masyarakat Islam sebagai agama yang
kolot, yang meninggalkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, melupakan perkembangan
zaman, dinampakkan sebagai agama kekerasan tanpa kebijaksanaan, sering menyulut
pertikaian dan konflik tidak hanya kepada agama lain Non-Islam, juga termasuk
kepada internal islam sendiri, jika berseberangan paham keagamaan atau praktik
fiqh. Akhirnya, muncullah perdebatan yang tidak berujung pasti dan menghasilkan
solusi, saling gugat, saling mengkafirkan, saling mengucilkan, saling
menghancurkan. Selanjutnya, Bagaiamakah Islam yang sebenarnya? Bagaimana
perspektif islam yang sebenarnya terkait dengan teknologi dan isu-isu kekinian?
Bagaimana sikap masyarakat Islam seharusnya menyikapi perbedaan fiqhiah?
Kendari,
25 Desember 2015
(Sumber Gambar: Google) |
Komentar
Posting Komentar