Ajaran Nelayan Desa (Sebuah Puisi)
(Foto diambil saat menyeberang dari Desa Lagili, Mawasangka Timur menuju Pasar Kecamatan Mawasangka Tengah) |
Tak hanya sekali diterpa badai
Sampan itu tetap menerjangi
Maju dan badai bergulung-gulung
Tetap saja ia menerjang
Tatapannya tetap tiada kedip
Maju ke depan terus berderap
Sampan itu tiada tiarap
dan air mulai meraup-raup
Nelayan tanpa baju, hitam kulitnya
Sarung melintang di badannya
berkibar, menggelepar-gelepar
dan basah, basah kena air
Ia tetap mendayung
Ombak di depannya ia terjang
dan ombak datang berduyun-duyun
Pak.. Ajarkan aku jadi nelayan
Sampan itu dari jauh
Seperti sebatang kayu
Sesekali air melimpah ruah
Memang ada saatnya badai datang tanpa kasih seperti itu
Nak, badai dan laut itu bersaudara
Begitulah laut, kadang tenang, kadang begini
Seperti kehidupan jua
Takut, lapar, kehilangan, kekurangan dan itu pasti
Pernah juga beberapa kali
Waktu dulu sampan itu terbalik
Ikan yang didapatnya kembali
Badai itu, benar-benar membuatnya tidak baik
Nak, tak perlu ragu
Tak perlu terlalu takut
Sampan ini kau tahu?
Yang menggerakkannya adalah tekad
Kau tidak melihatnya?
Milikilah tekad itu, tambahkan-tambahkan saja
Badai lautan kau melihatnya?
Pengalaman melaut dan saya orang desa
Tenggelam, pernah juga saya
Semua ikan hilang,
Saya bisa selamatkan seekor saja
Itupun harus relakan sebungkus rokok terbuang
Dayung juga pernah ikut terbawa
Juga beberapa keperluan mancing
Kau tahu Nak, aku akan tetap mendayung
Ombak-ombak di depan sana akan ku terjang
Dengan lautan saya sudah berteman lama
Nak, itu ajaran dariku Nelayan Desa
Komentar
Posting Komentar