Kesatuan Bangsa, Ekonomi, Politik dan Pemuda


(Dokumentasi Pribadi)



Persatuan dan kesatuan adalah hal mendasar dalam bernegara. Perpecahan akan menjadi ancaman bagi negara tersebut. Sebut saja Indonesia, negara dengan multi etnis, suku, bahasa, agama. Beruntung, para founding parents telah berijtihad gigih untuk menyatukan Nusantara ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonsia. 


Selama ini, perjalanan bangsa ini paling tidak telah mampu meredam potensi perpecahan, seperti gerakan separatis, yang ditunggangi dan dikendalikan oleh para korporatokrasi. Mafhum di khalayak, bahwa penyebab utama perpecahan itu adalah kepentingan ekonomi (uang, saham, sumber daya alam) dan politik (kekuasaan). Juga perang yang terjadi baik di nusantara, jauh sebelum Indonesia merdeka, bahkan di belahan dunia manapun, termasuk juga perang dunia, motif dominannya adalah ekonomi dan politik.


Elit global atau korporatokrasi tingkat dunia, akan menempuh macam cara untuk mencapai hal di atas baik salah satunya, ataupun kedua-duanya. Apalagi, misalnya telah ada biang perpecahan, maka akan dimanfaatkan sedemikian mungkin untuk mewujudkan ambisi itu. 


Bukan hanya itu, Indonesia yang melimpah sumber daya alamnya, baik yang terbarukan atau tak terbarukan, seperti gas alam, minyak bumi, hutan sebagai sumber cadangan energi, menjadi sasaran utama. Apalagi letak geografis Indonesia yang sangat strategis, yang dilintangi oleh garis khatulistiwa dan terduduk di antara dua benua dan dua samudera. Hal yang pasti bahwa tujuan masa depan para elit global dan korporatokrasi –setelah purnanya energi tak terbarukan di negara-negara lain, adalah negara kita tercinta Indonesia.


Potensi perpecahan di negeri tercinta ini membentang lebar. Hal ini tidak semata wayang karena biologi, melainkan ketimpangan ekonomi yang menganga –walau sangat boleh jadi ini adalah bagian dari manuver para elit global dan korporatokrasi. Ketimpangan, kesenjangan, kemiskinan masih saja berkabung di negeri subur dan kaya ini. Selain itu, keserakahan para pemangku jabatan, korupsi dan kemerosotan moral dan keadaban –padahal Indonesia dilahirkan dari nenek moyang yang menjunjung tinggi adab ketimuran. 


Tak hanya itu, di berbagai lini sangat nampak ketertinggalan –untuk tidak mengatakan kemunduran– di negeri ini. Ilmu pengetahuan dan teknologi masih tertinggal dari Jepang, dan India. Termasuk dedikasi dalam profesi, dan lainnya, bangsa ini masih saja digerogoti oleh penyakit akut yang tak kunjung sembuh.


Ada secercah harapan, para pakar menyebutnya bonus demografi. Indonesia pada tahun 2020 atau 2025 akan memiliki mayoritas usia produktif. Yang jika ini dibina dengan baik dari sekarang, maka dapat menuju Indonesia Emas, bahkan dapat mencapai Pax Indonesiana. Walau ini tidaklah berjalan mulus, bayang-bayang hedonisme, narkoba di kalangan pemuda (pelajar dan mahasiswa) masih terus membuntuti. 


Akhirnya, kita semua warga negara di semua lini, pemerintah, para pemerhati sudah semestinya berlomba dalam waktu. Pemikiran-pemikiran cemerlang untuk membangun mahasiswa (baca pemuda) sebagai generasi penerus harapan bangsa, penyampai dan penyempurna cita-cita seperti termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, harus terus didorong dan digembirakan. Pembinaan pemuda yang berkelanjutan membentuk manusia Indonesia sesuai nilai-nilai luhur pancasila.




Komentar

Populer