Rejuvenasi Makna Akademisi Islam untuk Aksentuasi Peran IMM sebagai Suluh Bangsa (Bagian II)

Akademisi kerap dihubungkan dengan intelektual atau cendekiawan. Secara umum istilah-istilah ini mengacu pada makna sama. 


Sumber gambar: Google



Yaitu orang-orang yang memiliki kejernihan berpikir, berpihak pada kebenaran, dan sikap yang terus-menerus meningkatkan kemampuan analitiknya untuk mencari jalan keluar dari setiap masalah yang dihadapi.


Edward W. Said menyatakan kaum akademisi haruslah berpihak dan peka terhadap nasib golongan yang tertindas serta menempatkan diri sejajar dengan kaum lemah (mustadh’afin) yang tersisihkan dan tak terwakili. Karena itu, maka intelektual harus siap menanggung risiko apapun, termasuk berseberangan dengan arus kekuasaan atau bahkan negara.


Meskipun dalam perjalanan sejarah, tak sedikit akademisi yang mengabdikan diri pada satu ideologi atau kepentingan rezim tertentu, misalnya dalam gerakan Nazi di Jerman, rezim Komunis dan Marxis. Fenomena itu disebut sebagai pengkhianatan kaum intelektual atau dalam bahasa Julien Benda disebut trahison des clercs.


Dalam literatur sejarah modern, ada sosok intelektual, Ali Syariati, yang berperan dalam menumbangkan rezim otoritarian Iran. Ali Syariati memiliki gagasan bahwa seorang pemimpin adalah rausyanfikr (intelektual yang tercerahkan) yang dapat memberikan perubahan konstruktif terhadap bangsa dan negara, layaknya suluh yang memecah heningnya kegelapan.


Era kesemrawutan etik terjadi, biasanya ada peran akademisi baik secara langsung atau pun tak langsung. Secara langsung seperti telah disebutkan di atas, mengabdikan diri pada ideologi yang menindas.


Secara tidak langsung yaitu memilih berpangku diam tak berpihak-nyata. Sikap tersebut juga bisa mengukuhkan mapannya kesemrawutan etik. Dalam ungkapan berbahasa inggris disebutkan bahwa: “enough for evil to thrive when the good people do nothing”.


Arti dari ungkapan tersebut kira-kira: “cukuplah kejahatan itu akan merajalela ketika orang-orang baik tidak melakukan apa-apa”. 


Kader IMM sebagai intelektual muda Muhammadiyah dengan profil akademisi Islam, menjadi penting  hadir untuk menjadi suluh, menerabas gelap-katup, layaknya matahari menyibak kegelapan semesta.


Kader IMM perlu hadir sebagai intelektual seperti dalam konsep Edward W. Said dan Ali Syariati. Tidak memerankan diri seperti yang disebut Julien Benda, pengkhianatan kaum intelektual. Sejarah umat telah menuntut bukti.(*)

Komentar

Populer