Titik Balik





(Bagian XVI) 


Masa lalu menyajikan indah bahkan jikapun ia adalah kejahilan ataupun ejek-ejekan kecil. Hal demikianlah yang menjadikan masa lalu bertakhta kerinduan bagi setiap insan.


Reuni untuk mengenang masa lalu, membuka kembali buku yang telah usang berdebu, ditindis oleh kesibukan dan aktivitas masing-masing dalam lingkungan baru. Mengurung diri dalam masa kini dengan kesibukan duniawi terlampau menyiksa dan menyesak jiwa. Reuni menjadi momen liburan melepas segala penat dan ruwetnya aktivitas dan tugas-tugas kantor selama setahun penuh. 


Acara Reuni itu dijadwalkan hari ini. Tempatnya di sebuah pantai yang landai, ombak yang menyerah di pesisir bersuara desir sedikit berbisik tak pecah seperti biasanya. Panorama birunya kaki langit menyatu padu dengan biru laut nampak memesona mata. 


Pagi-pagi setelah matahari terlepas dari peraduannya, kembali membagi senyum dan kehangatan kepada masyarakat bumi, menyentuh belai indah menghidupkan kiau kilap saat menyapa permukaan laut pantai itu. Hari itu adalah hari cerah nan indah, tak ada mendung bersenandung, hanyalah cerah ceria.


“Semua teman-teman sudah diundang kan?”, tanya Ahmad. “Iya, informasi sudah disebarluaskan ke teman-teman dan sudah saya maksimalkan melalui beberapa media”, jawab Ketut.


Telah berkumpul beberapa orang disana. “Kita sewa saja dua gazebo, satu untuk putri dan lainnya untuk putra”, cetus Ahmad, “Supaya bisa lebih rekat, kita kan sudah lama terpisah”, paparnya. 


Pantai itu memang selalu ramai apalagi seperti Idul Fitri ini. Dari kenangan masa lalu masih mampu mengenali teman-teman kuliah seangkatan dulu. Ada yang jenggotnya semakin tebal, penampilan neces, ada yang berjilbab menjulang, ada juga yang biasa, macam-macamlah, tak ada perubahan yang signifikan dari fisik.


Mata-mata nampak haru, bibir tersimpul senyum dan gelagak tawa dari gazebo. Kerinduan yang selama ini mendekap dan membeku dalam rasa kini mencair, mencipta rasa sejuk yang menyelimuti dan mengikat erat hati-hati itu.


Waktu terus bergulir, di gazebo sosok wanita berjubah panjang biru tosca menyurusuri pantai, meningalkan teman-temannya yang sedang asyik menikmati sajian, ada ikan bakar, kasoami, es buah, lapa-lapa, dan lainnya.


“Dari gaya jalannya seperti Kumala”, kata laki-laki yang duduk di gazebo agak jauh. Tatapan asyiknya mengarah ke horison sejenak terhenti. Wanita itu semakin dekat saja, pandangannya tertunduk searah tempat keberadaan pria tadi. “Hakim, adik-adik mengharap pertimbanganmu”, ucap seorang wanita berjilbab merah marun, dari kejauhan.


“Sepertinya saya mendengar ada yang memanggil Hakim”, ucap Kumala. Lelaki itupun kemudian memenuhi seruan tadi. “Gaya jalannya seperi gaya jalannya Hakim”, lanjutnya. Hakim berjalan beriringan bersama wanita berjilbab merah marun. “Ah, istrinya Hakim kah itu?”, rona wajah Kumala tampak tidak baik.



Komentar

Populer