Hambur Uang di Tengah Himpitan Ekonomi dan Rusaknya Ekologi
Oleh: Haidir Muhari
Tindakan menghambur-hamburkan uang di tengah 'konser' oleh Gubernur dan Ketua DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) mencederai nilai etik dan nir empati sosial.
Beredar video berdurasi 1 menit 36 detik, Gubernur Sultra, Ali Mazi bersama Ketua DPRD, Abdurrahman Shaleh menghambur-hamburkan uang dari atas panggung saat peringatan HUT Kabupaten Buton Utara ke-15, Sabtu (2/7/2022) malam.
Video itu memperlihatkan Abdurrahman Shaleh sedang menyanyikan lagu Bento, gubahan Iwan Fals, sambil beberapa kali melemparkan sejumlah lembar uang seratus ribu. Ali Mazi juga melakukan hal yang sama.
Ada pilu menyaksikan video itu. Duo pejabat tinggi Sultra, semacam menyulut warganya berebutan uang di bawah panggung. Nilai apa yang hendak dipertontonkan dari tindakan itu?
Di tengah kesusahan warga dan pemulihan ekonomi pasca cekam pandemi Covid-19. Apalagi di Sultra terjadi peningkatan kemiskinan dan jumlah pengangguran. Termasuk juga kerusakan ekologi akibat pertambangan.
Kemiskinan dan Pengangguran
Rilis Bank Indonesia Perwakilan Sultra menunjukkan kondisi perekonomian Sultra masih dalam pemulihan pasca pandemi Covid-19. Tercatat jumlah pengangguran pada bulan Februari 2021 bertambah sebanyak 16.568 jiwa atau tumbuh sebesar 37,62% dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Selanjutnya, data yang dilansir oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Sultra yang dirilis melalui Berita Resmi Statistik Nomor 06/01/74/Th. XVIII, 17 Januari 2022, sejak memasuki masa pandemi terdapat peningkatan jumlah penduduk miskin di Sultra.
Jumlah penduduk miskin di Sultra pada September 2021 sebesar 323,26 ribu orang. Terjadi peningkatan sebesar 4,56 ribu orang dari Maret 2021. Data pada Maret 2021 jumlah penduduk miskin sebesar 318,7 ribu orang.
Di tengah meningkatnya data kemiskinan dan pengangguran itu, perbuatan itu dinilai nir empati. Dari manapun asal uang itu, uang pribadi ataupun dari sumber lainnya, termasuk APBD.
Sebagai pemegang kuasa eksekutif dan perwakilan legislatif di Sultra, kehadirannya tidak sekadar temporal, tetapi keberpihakan yang berkelanjutan dan berdampak luas. Yaitu melalui program nyata untuk mengentaskan kemiskinan, mengurangi pengangguran.
Kerusakan Lingkungan
Terkait kerusakan lingkungan, laporan hasil reses pada 18-22 April 2022 Tim Komisi IV DPR RI menemukan penambangan yang tidak berwawasan lingkungan di Konawe Utara. Dalam laporan itu disebutkan telah menyebabkan kerusakan dan pencemaran di sekitar tambang dan telah menyebabkan kerusakan pesisir dan laut.
Selain itu, masih segar diingatan rekaman video amatir (5/6/2022) kemunculan induk anoa dan anaknya di perbatasan salah satu perusahaan tambang, Kecamatan Routa, Kabupaten Konawe. Anoa merupakan hewan endemik, langka dan dilindungi. Hal ini terjadi ditengarai akibat rusaknya ekosistem.
Selain itu pada catatan akhir tahun 2021 oleh WALHI Region Sulawesi, di Sultra eksploitasi yang dilakukan oleh perusahaan tambang yang membabat hutan, mencemari laut dan lingkungan menjadikan perempuan tersingkir dari ruang hidup serta terisolasi dari pekerjaannya.
Data-data kerusakan lingkungan itu, tentu menuntut penanganan yang cepat-tepat. Sebab akan berdampak sistemik, bencana dan kerusakan untuk manusia itu sendiri.
Pada kadarnya alam punya kemampuan rehabilitasi mandiri. Namun, saat melewati ambang batas, terjadilah maladjusment.
Maladjusment adalah istilah psikologi yang berkenaan dengan kegagalan adaptasi. Atau dapat diartikan gagalnya fungsi lingkungan. Potensi bencana dan kerusakan yang ditimbulkan akan semakin besar.
Tak ada seorangpun yang ingin tertimpa bencana. Juga agar tanah, air, dan udara Sultra dapat menjadi pusaka untuk anak cucu, generasi masa depan.
Ada asa restorasi dan kelestarian ekologi yang harus terus dinyalakan. Peran itu juga ada digenggaman tangan dan dipikulan pundak Gubernur dan Ketua DPRD. Meskipun kewenangannya tidak sebesar pemerintah pusat. Sebelum terlambat.(*)
*Diterbitkan juga di Lensasatu.com
Komentar
Posting Komentar