Bukan Sekadar Pewaris




Satu hal yang pasti bahwa bagaimanapun kondisinya, indikator real-nya dalam pengelolaan Perguruan Tinggi Muhammadiyah Aisyiyah (PTMA) adalah syarat profesionalime dalam keilmuan.


Khususnya bagi tenaga dosen, sudah berapa banyak jurnal dan buku yang diterbitkan untuk menunjang kenaikan kepangkatan akademik. 


Saya teringat kata salah seorang senior, "Jenjang perkaderan, pengalaman jabatan struktural di Muhammadiyah dan ortom, tidak ada gunanya"


Kalau kata, Tan Malaka dalam masa pergolakan revolusi menegaskan, "kemawahan terakhir seorang aktivis adalah idealisme". 


Dalam konteks saat ini, kita kait-kaitkan saja, kemewahan. Jenjang perkaderan serta proses dalam menggerakkan persyarikatan dan organisasi otonomnya bukanlah kemewahan.


Lalu kemewahan itu letaknya dimana? 


Berorganisasilah untuk membuatmu tumbuh dan berjejaring kuat. Jika bergabung dalam organisasi otonom Muhammadiyah tidak bisa membuatmu bertumbuh, lebih baik evaluasi pilihanmu.


Jadi kader yang masih muda-muda, khususnya kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dan kader Ikatan Pelajar Muhammadiyah, fokus tingkatkan kapabilitas diri dan kompetensi.


Sadari sedari dini supaya tidak terbuai oleh iming-iming bahwa kader adalah pelopor, pelangsung, dan penyempurna. Ini narasi besar.


Sama narasinya jika ingin mewarisi pengelolaan PTMA. Apalagi jika orang tuamu tidak punya andil dalam pendiriannya atau bukan pejabat.


Narasi-narasi ideologis apapun di dunia ini, termasuk narasi dalam ajaran agama, juga narasi ideologis dalam Muhammadiyah hanyalah awang-awang.


Itu akan membumi, tumbuh, dan benar-benar hidup jika manusia mampu mengamalkan dalam laku secara nyata.


Oleh karena memang, nilai-nilai ideologi Muhammadiyah adiluhur dan tinggi. Tidak semua kita langsung bisa menjadi. 


Kita juga tidak boleh lantas patah. Ilmu rotannya, setiap pengamalan itu butuh proses, seperti mengirup udara di pagi hari.


Kalau mau sekaligus, Ki Dahlan mencotohkan laksana badai taufan. Teologi harapannya, setiap proses itu adalah tapak-tapak pertumbuhan menuju holistik dan paripurna.


Semoga setiap proses itu adalah tapak-tapak pertumbuhan menuju kebaikan, tidak sebaliknya. Jika demikian, kita termasuk dalam golongan orang merugi, bahkan celaka.


Ranah diaspora dan transformasi kader-kader Muda Muhammadiyah itu amatlah luas. Tidak hanya PTMA, bukan dalam arti abai.


Fantasyiru fi al ardhi. Bukan berkutat pada perkaderan baik Baitul Arqam, Darul Arqam atau Taruna Melati, atau apapun namanya. Sudah terlalu ajek rasanya, perkaderan macam itu hampir tidak menghasilkan apa-apa.


Sudah menjadi aksioma, bahwa kekuasaan di dunia ini adalah pada lengan ekonomi dan politik. Kelak dimanapun dan bagaimanapun, saat mumpuni dalam dua hal itu, kamu akan dibutuhkan, dicari dan diakui.


Begitulah makna tersirat pesannya Ki Dahlan harus dipahami. "Jadilah hebat, dan kembalilah ke Muhammadiyah".(*)

Komentar

Populer