Isak Kumala di Gelagak Tawa Wisudawan







“Kumala Syahputi dari Pendidikan Matematika, Indeks Prestasi Kumulatif 3,6 dengen Predikat Kelulusan Sangat Memuaskan, Masa studi 3 tahun 8 bulan”, pengumuman dari pewara. Para mahasiswa itu menggunakan jubah hitam, di kepala mereka ada toga berwarna hitam.


Saat itu semua orang sedang berbahagia, semua wajah meronah senyum, ada lagak tawa sanak keluarga, ada ayah, ibu, kakak, adik. Suasana riuh, tak ada keheningan disana. Kelap-kelip cahaya dari kamera bergantian tiada henti, untuk mengabadikan momen-momen bahagia itu. Segala keletihan orang tua, pengorbanan orang tua untuk anaknya, selama empat tahun lamanya atau ada juga yang lebih, telah lunas saat itu, seperti kayu yang ludes dilahap api.


Kumala di selipan kisah bahagia dan haru itu, ia sendiri. Sendiri bukan berarti tak ada orang-orang di sekelilingnya. Gelagak tawa di sekelilingnya itu bukan fatamorgana, bukan bualan setan dan jin. Berisik itu bukanlah bayangan, bukan pula bisikan hantu-hantu. Ia sendiri, teralienasi dari keramaian.


Rasanya begitu sunyi, tak ada angin sepoi-sepoi disana, tidak ada kicau burung disana, tidak ada bual jangkrik, ada sepotong hati sendu nan sedih. Orang tuanya, ayah dan ibunya, tidak mendampinginya di hari yang semua orang berbahagia dengan sanak keluarga.


Prestasi yang cemerlang terpaksa harus tercecer di jalan-jalan pulang menuju rumah, menyatu bersama derai air mata, dalam isak yang menyesakkan dada. Ada ronta batin yang tak terluapkan, rengek tangis tertahan dalam malu akan tatapan khalayak. “Kumala, kau harus tetap tegar”, bujuknya sembari mengelus-elus dada. Dari bibirnya yang hitam itu perlahan mendesir, “Walanabluwannakum bisyai-in minal khaufi wal ju’i wa naqshin minal amwali wal anfusi watstsamarat wabasysyirish shabirin”, ia membujuk dirinya, ayat inilah yang semakin menguatkannya, melegakan sesaknya yang merasuk sejak di kermaian wisudawan tadi.


Begitulah hidup, dedauan hijau yang tumbuh segar-segarnya tiba masanya akan gugur bergelimpangan kemudian menjadi tanah. Tak ada seorangpun yang tahu masa depan. Esok adalah lembaran misteri yang sangat pemalu menceritakan dirinya, terkunci dalam balok hitam katup. Esok terus bergerak kemari. Kemarin adalah hari ini yang telah berlalu, hari ini adalah hari esok yang sedang menyapa. 




Komentar

Populer