Mujadid: Memurnikan Air Islam




Dalam bentang zaman yang begitu panjang, setelah mangkatnya manusia pilihan Rasulullah Muhammad saw, mata air islam yang jernih dan sejuk pun berangsur-angsur punah, sementara waktu membuatnya mengalir terus hingga ke negeri nun jauh di ujung dunia. Terhitung kurang lebih 15 abad yang lalu, manusia yang paling mengerti semangat Islam, paling paham cita-cita Ilahiah, paling menguasai esensi islam, melambaikan tangannya dan mengucapkan kalimat cinta terakhir ummatiy, ummatiy, ummatiy sebagai tanda perpisahan sekaligus instrumen akan beratnya, banyaknya, beragamnya tantangan dan fitnah yang akan dihadapi oleh umat islam diwaktu-waktu mendatang. Ini terbukti dengan munculnya tokoh-tokoh seperti Musailamah al-Kadzdzab, Al Aswad al Ansi, Syamr ibn Zil Jausyan, tragedi terbunuhnya Utsman ibn Affan, konflik Aisyah bintu Abu Bakar dengan Ali ibn Abi Thalib, perang siffin, tragedi karbala, dominasi politik atas agama, pertumpahan darah keluarga kerajaan saat pergantain sultan, penjajahan dan penyirnaan keturunan Ali ibn Abi Thalib saat menguatnya dinasti umayyah, munculnya hadits-hadits palsu, ragam aliran-aliran ilmu kalam, menguatnya kefanatikan madzhabiyah, munculnya penyimpangan-penyimpangan dalam aqidah, lahirnya gerakan-gerakan radikalisme, mewabahnya pengkultusan kepada ulama-ulama besar, merajalelanya tahayul-bidah-kurafat, penolakan ilmu pengetahuan, teknologi dan sains.






(Sumber Gambar: Google)


Namun disisi lain, penegasan Rasulullah Muhammad saw bahwa pada setiap keterpurukan, kemerosotan, keterbelakangan, kejumudan umat islam, akan muncul orang-orang yang memperbaharui pemahaman keislaman dengan sungguh-sungguh, menggali semangat islam, memaknai esensinya, mengusung misi pencerahan, pembebasan dan pemurnian. Mereka itu dikenal dengan mujadid, seperti Abu Hanifah, Imam Syafi’i, Imam Malik, Imam Ahmad, Umar ibn Abdul Azis, Harun ar Rasyid, Rasyid Ridha dan Jamaluddin al Afghani.




Komentar

Populer